Tanda titik dua adalah tanda baca yang dilambangkan dengan dua titik berukuran sama yang diletakkan di tengah garis vertikal yang sama. Seperti halnya tanda baca lain, penggunaan tanda titik dua bervariasi antara berbagai bahasa dan bahkan pada bahasa yang sama pada periode yang berbeda. Sebagai aturan umum, tanda titik dua memberitahukan pembaca bahwa uraian setelah tanda ini memberi bukti dan menjelaskan, atau merupakan unsur dari apa yang sudah dijelaskan sebelum tanda tersebut.
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekertaris : S. Handayani
Bendahara: B. Hartawan
b. Tempat Sidang: Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Waktu : 09.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
ibu: (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir: "Baik, Bu," (mengangkat kopor dan masuk)
ibu: "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, 1 (1971), 34:7
Surat Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo. Tjukuplah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? (Djakarta: Eresco, 1968).
No comments:
Post a Comment