11. Antiklimaks adalah gaya bahasa untuk menentukkan satu hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada hal atau gagasan yang sederhana.
Cpntoh:
a. Persiapan pemilihan umum telah dilaksanakan secara serentak di Ibu Kota Negara, ibu kota-ibu kota provinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Indonesia, hingga di tingkat RW maupun RT.
b. .... Hilang dirinya, hilang harga dirinya, tak bisa berbuat melawan hasrat. Selalu saja minta dipenuhi kebutuhannya akan asap dari surga.
("Battumi Anging Mamiri", Sakti Wibowo)
12. Antanaklasis adalah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata yang sama, tetapi maknanya berlainan.
a. Ada dua buah rumah kaca di halaman rumah Pak Saiman.
b. Pada tanggal 20 September 2008, gigi susu Aliya mulai tanggal. Saat itu, Aliya berusia empat tahun
13. Pararima adalah bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Contoh: bolak-balik, lika-liku, kocar-kacir.
14. Koreksio adalah gaya bahasa yang pada mulanya menegaskan sesuatu yang dianggap kurang tepat, kemudian diperbaiki.
Contoh:
a. Kalau tidak salah, saya pernah menyampaikan hal ini dua hari yang lalu. Ah bukan, kemarin.
b. "Tujuan kami menghadap Pak lurah, ingin mengadakan acara Parade Beduk, maksudnya meminta izin untuk mengadakan acara Parade Beduh".
15. Sindeton adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan suatu kalimat atau wacana yang setiap bagiannya dihubungkan oleh kata penghubung. Bila kata hubung yang digunakan dari satu atau banyak disebut polisindeton. Namun bila kata hubung tidak dinyatakan secara langsung atau dilepaskan, disebut asyndeton.
Contoh:
a. Polisindeton
Dan kinkin percaya Bapak tidak berbohong. Ibu juga tidak. Ia pun mendadak merasa mendapat limpahan dari langit, anugrah. Sebab dia buta, maka dia tidak perlu menangis seperti Bapak sebab dia buta, maka dia bisa memilih apa yang ingin dilihatnya, dengan mata imaji, untuk selalu hanya membiaskan hal-hal yang menyenangkan ....
("Pelangi Kinkin", Asma Nadia)
b. Asyndeton
Angin bertiup kencang menebarkan hawa dingin yang cukup menggigiti tulang sumsumnya. Ia menekuk lutut, (lalu) menautkan pada perut seraya terus duduk meringkuk di dalam becaknya, (dan) mencoba menciptakan kehangatan di tengah badai yang semakin menderas.
("Seorang Lelaki dan Selingkuh". Afifah Afra)
16. Eklamasio adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru.
Contoh:
a. "Wah, kenapa Bapak dan Ibu gak pernah mengajak melihat sawah, ya? Kalau begitu kamu yang harus ajak aku, Giarti."
("Pelangin Kinkin", Asma Nadia)
b. Lha, kamu ini bagaimana?
c. Wow, sungguh luar biasa! Ternyata kamu mampu membuat lukisan sekelas Affandi.
17. Alonim ialah pengguanan varian nama untuk menegaskan.
Contoh:
a. "Kamu ruwet, Kin!"
"Biar!"
("Pelangi Kinkin", Asma Nadia)
Kin adalah varian dari Kinkin
b. "Bagaimana jika sekali lagi Krakatau meletus, Prof?" aku memotong pembicaraan Prof. Siswoyo
("Matahari Tergadai", Sunarno)
Prof adalah varian dari professor.
c. Mae adalah carian dari Maemunah dalam sinetron "Munajat Cinta"
di RCTI, 2008
18. Interupsi adalah gaya bahasa yang menyisipkan keterangan tambahan di antara
unsur-unsur kalimat.
Contoh:
a. Orang bilang, istri juragan haji, tetua di kampungnya yang sudah naik haji berulang-ulang, sombongnya minta ampun... .
b. Ia ingat Mang Karta yang sebatang kara, yang malam ini sibuk menjadi amil di masjid di tempat mereka berdua tinggal, mati-matian berusaha membunuh sepi.
("Bunga Fitri", El-Syifa)
19. Preterio adalah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
Contoh:
a. Lupakan semua ucapannya, anggap saja angin lalu.
b. Takperlu saya sebut orangnya, setiap orang di ruangan ini pasti sudah tahu.
20. Silepsis adalah gaya bahasa dengan enggunakan dua konstruksi sintaksis yang dihubungkan oleh kata sambung. Namun, hanya salah satu konstruksi yang maknanya utuh.
Contoh:
a. Fungsi dan sikap bahasa.
Seharusnya: Fungsi bahasa dan sikap bahasa.
Fungsi bahasa maknanya 'Fungsi dari bahasa' sikap bahasa maknanya 'sikap terhadap bahasa'.
(Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf)
b. Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
Seharusnya: Ia sudah kehilangan topi dan kehilangannya semangatnya.
Kedua konstruksi kalimat tersebut mempunyai makna gramatikal yang berbeda. Konstruksi yang satu bermakna denotasional dan yang lainnya bermakna kiasan.
(Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf)
No comments:
Post a Comment